Ghibah, Keburukan yang Makin Disenangi
Sumber : Ummu Zaidan Feikar
Perbuatan tercela, tapi menjadi biasa. Sebab, dikemas
dalam acara yang
menarik di televisi.
Banyak hal yang bergeser dan berubah dengan hadirnya
pesawat televisi ke
rumah kita, terutama yang berkaitan dengan budaya dan
akhlak. Salah satu
yang jelas terlihat yaitu pergeseran makna bergunjing
atau menggosip.
Menggosip adalah tindakan yang kurang terpuji yang
celakanya, kebiasaan ini
seringkali dilekatkan pada sifat kaum wanita. Dulu,
orang akan tersinggung
jika dikatakan tukang gosip. Seseorang yang ketahuan
sedang menggosip
biasanya merasa malu. Namun, sekarang kesan buruk
tentang menggosip mungkin
sudah mengalami pergeseran.
Beberapa acara informasi kehidupan para artis atau
selebritis yang dikemas
dalam bentuk paket hiburan (infotainment) dengan
jelas-jelas menyebut kata
gosip sebagi bagian dari nama acaranya. Bahkan pada
salah satu dari acara
tersebut pembawa acaranya menyebut dirinya atau menyapa
pemirsannya dengan
istilah "biang gosip". Mereka dengan bangganya
mengaku sebagai tukang gosip.
Saat ini, hampir di setiap stasiun televisi memiliki
paket acara seperti di
atas. Bahkan satu stasiun ada yang memiliki lebih dari
satu paket acara
infotainment tersebut, dengan jadwal tayangan ada yang
mendapat porsi tiga
kali seminggu. Hampir semua isi acara sejenis itu,
isinya adalah menyingkap
kehidupan pribadi para selebritis. Walhasil, pemirsa
akan mengenal betul
seluk beluk kehidupan para artis, seolah diajak masuk ke
dalam rumah bahkan
kamar tidur para artis.
Sepintas acara ini terkesan menghibur. Seorang ibu yang
kelelahan setelah
menyelesaikan pekerjaan rumah tangganya, mungkin akan
terasa terhibur dengan
informasi sisi-sisi kehidupan pribadi orang-orang
terkenal. Apalagi kemasan
acara yang semakin bervariasi ada yang diselingi nyanyi,
wawancara langsung
dengan artis, daftar hari ulang tahun para selebritis,
dll. Namun jika kita
cermati lebih jauh, isinya kurang lebih adalah menggosip
atau bergunjing.
Awal tahun 2002 ditandai dengan banyaknya artis yang
pisah ranjang dan
bercerai. Peristiwa-peristiwa semacam ini merupakan
sasaran empuk bagi
penyaji hiburan semacam ini. Pemirsa disuguhi sajian
informasi yang sarat
dengan pergunjingan. Masing-masing pihak merasa benar
dan tentu saja
menyalahkan pihak lainnya.
Menggosip yang merupakan tindakan buruk, bisa tidak
terasa lagi memiliki
konotasi buruk jika terus-menerus disosialisasikan
dengan paket menarik pada
televisi. Menggosip akan terasa sebagai tindakan biasa
dan lumrah dilakukan.
Menceritakan aib orang lain menjadi sesuatu yang tanpa
beban kita lakukan.
Padahal jika kita cermati makna gosip -yang sama dengan
ghibah- barangkali
kita akan merasa ngeri.
Ghibah dalam Islam
Ghibah atau gosip merupakan sesuatu yang dilarang agama.
"Apakah ghibah
itu?" Tanya seorang sahabat pada Rasulullah saw.
"Ghibah adalah memberitahu
kejelekan orang lain!" jawab Rasul. "Kalau
keadaaannya memang benar?" Tanya
sahabat lagi. " Jika benar itulah ghibah, jika
tidak benar itulah dusta!"
tegas Rasulullah. Percakapan tersebut diambil dari HR
Abu Hurairah.
Dalam Al Qur'an (QS 49:12), orang yang suka meng-ghibah
diibaratkan seperti
memakan bangkai saudaranya sendiri. Jabir bin Abdullah
ra. meriwayatkan,
"Ketika kami bersama Rasulullah saw tiba-tiba
tercium bau busuk yang
menyengat seperti bau bangkai. Maka Rasul pun bersabda,
"Tahukah kalian, bau
apakah ini? Inilah bau dari orang-orang yang meng-ghibah
orang lain". (HR
Ahmad)
Dalam hadits lain dikisahkan bahwa Rasulullah pernah
bersabda, "Pada malam
Isra' mi'raj, aku melewati suatu kaum yang berkuku tajam
yang terbuat dari
tembaga. Mereka mencabik-cabik wajah dan dada mereka
sendiri. Lalu aku
bertanya pada Jibril, `Siapa mereka?' Jibril menjawab,
`Mereka itu suka
memakan daging manusia, suka membicarakan dan
menjelekkan orang lain, mereka
inilah orang-orang yang gemar akan ghibah!' (dari Abu
Daud berasal dari Anas
bin Malik ra).
Begitulah Allah mengibaratkan orang yang suka mengghibah
dengan perumpamaan
yang sangat buruk untuk menjelaskan kepada manusia,
betapa buruknya tindakan
ghibah.
Banyak kesempatan bagi ibu-ibu untuk menggosip. Pada
saat berbelanja
mengelilingi gerobak tukang sayur, menyuapi anak di
halaman, pada acara
arisan atau kumpulan ibu-ibu. Meng-ghibah kadang
mendapat pembenaran dengan
dalih, "Ini fakta, untuk diambil
pelajarannya!". Padahal di balik itu lebih
banyak faktor ghibahnya daripada pelajarannya.
Benarkah orang cenderung suka meng-ghibah, bahkan
terkesan menikmati
kebiasaan seperti ini? Seorang pengasuh konsultasi
keluarga pada sebuah
media cetak mengatakan rahasia mengapa rubriknya tetap
disukai pembaca
selama puluhan tahun. Katanya, pada diri manusia itu
cenderung terdapat
sifat suka menggunjingkan orang lain. Orang cenderung
ingin tahu masalah
yang terjadi pada orang lain. Dengan demikian ia akan
merasa beruntung tidak
seperti orang lain atau ternyata bukan dirinya saja yang
menderita. Karena
umumnya surat
yang datang untuk berkonsultasi adalah mereka yang memiliki
masalah.
Jika demikian kebanyakan sifat dari manusia, tentunya
kita harus sering
melakukan istighfar. Syaitan dengan mudahnya
mempengaruhi kebanyakan hati
kita sehingga mungkin kita tengah menumpuk dosa akibat
pergunjingan.
Setiap orang mempunyai harga diri yang harus dihormati.
Membuat malu
seseorang adalah perbuatan dosa. "Tiada seseorang
yang menutupi cacat
seseorang di dunia, melainkan kelak di hari kiamat Allah
pasti akan menutupi
cacatnya" (HR. Muslim).
Sosialisasi pergunjingan di televisi bagaimanapun harus
dihindari. Jangan
sampai kita merasa tidak berdosa melakukannya. Bahkan
merasa terhibur dengan
informasi semacam itu. Kita mesti berhati-hati. Bahaya
ghibah harus
senantiasa ditanamkan agar kita senantiasa sadar akan
bahayanya. Benar
kiranya jika dikatakan bahwa dulu orang tinggal di dalam
rumah karena
menghindari bahaya dari luar. Kini bahaya justru berasal
dari dalam rumah
sendiri yaitu dengan hadirnya acara yang menurunkan
kualitas iman di
televisi. Semoga kita bisa arif menyikapinya.
Menangkal Ghibah
Penyakit yang satu ini begitu mudahnya terjangkit pada
diri seseorang. Bisa
datang melalui televisi, bisa pula melalui kegiatan
arisan, berbagai
pertemuan, sekedar obrolan di warung belanjaan, bahkan
melalui pengajian.
Untuk menghindarinya juga tak begitu mudah, mengharuskan
kita ekstra
hati-hati, caranya?
1. Berbicara Sambil Berfikir
Cobalah untuk berpikir sebelum berbicara, "perlukah
saya mengatakan hal
ini?" dan kembangkan menjadi, "apa manfaatnya?
Apa mudharatnya?" Berarti,
otak harus senantiasa digunakan, dalam keadaan sesantai
apapun. Seperti
Rasulullah saw yang biasanya memberi jeda sesaat untuk
berfikir sebelum
menjawab pertanyaan orang.
2. Berbicara Sambil Berzikir
Berzikir di sini maksudnya selalu menghadirkan ingatan
kita kepada Allah
swt. Ingatlah betapa buruknya ancaman dan kebencian
Allah kepada orang yang
ber-ghibah. Bawalah ingatan ini pada saat berbicara
dengan siapa saja, di
mana saja dan kapan saja.
3. Tingkatkan Rasa Percaya Diri
Orang yang tidak percaya diri, suka mengikut saja
perbuatan orang lain,
sehingga ia mudah terseret perbuatan ghibah temannya.
Bahkan ia pun
berpotensi menyebabkan ghibah, karena tak memiliki
kebanggaan terhadap
dirinya sendiri sehingga lebih senang memperhatikan,
membicarakan dan
menilai orang lain.
4. Buang Penyakit Hati
Kebanyakan ghibah tumbuh karena didasari rasa iri dan benci,
juga
ketidakikhlasan menerima kenyataan bahwa orang lain
lebih berhasil atau
lebih beruntung daripada kita. Dan kalau dirinya kurang
beruntung, diapun
senang menyadari bahwa masih banyak orang lain yang
lebih sengsara daripaad
dirinya.
5. Posisikan Diri
Ketika sedang membicarakan keburukan orang lain, segera
bayangkan bagaimana
perasaan kita jika keburukan kita pun dibicarakan orang.
Seperti hadis yang
menjanjikan bahwa Allah akan menutupi cacat kita
sepanjang kita tidak
membuka cacat orang lain. Sebaliknya tak perlu heran
jika Allah pun akan
membuka cacat kita di depan orang lain jika kita membuka
cacat orang.
6. Hindari, Ingatkan, Diam atau Pergi
Hindarilah segala sesuatu yang mendekatkan kita pada
ghibah. Seperti
acara-acara bernuansa ghibah di televisi dan radio. Juga
berita-berita koran
dan majalah yang membicarakan kejelekan orang.
Jika terjebak dalam situasi ghibah, ingatkanlah mereka
akan kesalahannya.
Jika tak mampu, setidaknya Anda diam dan tak menanggapi
ghibah tersebut.
Atau Anda memilih hengkang dan `menyelamatkan diri'.*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar