Menjual Fatwa (Fatwa Shopping)
Choir
Ekonomi Islam • Fiqih
Menjual Fatwa atau Fatwa shopping adalah
tindakan mengambil atau tepatnya memilih fatwa yang sesuai dengan kebutuhan
industri dari berbagai dalil yang tersedia.
Isu
fatwa shopping ini mengemuka ditengah kekecewaan banyak pakar ekonomi Islam
melihat perkembangan dan kecenderungan aplikasi ekonomi Islam khususnya di
sektor industri keuangan syariah. Produk-produk yang dikeluarkan oleh berbagai
lembaga keuangan syariah komersil ternyata mayoritas memiliki nature seperti
produk konvensional. Sehingga pada implikasinya terlihat industri keuangan
syariah berprilaku jauh dari cita-cita, semangat atau substansi ekonomi Islam.
Secara
sederhana ekonomi Islam berkarakter ekonomi produktif, dan aplikasi
keuangan syariah sepatutnya erat kaitannya dengan aktifitas ekonomi produktif
(riil) tersebut. Namun dengan alasan sofistikasi dan rekayasa produk mengikut
selera masyarakat pengguna (nasabah), maka keluarlah
produk-produk yang esensinya mimicry dengan konvensional, tidak memiliki
karakter orisinil keuangan syariah. terhadap kecenderungan ini, telah
diidentifikasi salah satu penyebabnya adalah lemahnya mekanisme filter
syariah dalam keluarnya produk-produk baru keuangan syariah.
Kelemahan
pada proses mekanisme filter tersebut terefleksi pada kecenderungan praktek
fatwa shopping yang ditengarai saat ini banyak dilakukan oleh otoritas fatwa.
Karena berbagai faktor, baik faktor internal maupun eksternal, otoritas fatwa
memberikan keputusan fatwa atas produk keuangan syariah terkesan sekedar
melayani keinginan praktisi industri. Padahal diharapkan otoritas fatwa
berperan sebagai Guard of the System
atau Guard of the Sharia. Salah satu
tanda proses pengeluaran fatwa produk keuangan syariah dilakukan dengan cara
fatwa shopping adalah fatwa berdasar pada pendapat yang sangat minoritas
sekali.
Terlepas
dari kelemahan pada faktor internal atau eksternal otoritas fatwa, fatwa
shopping dimungkinkan terjadi karena beberapa hal seperti:
- Keberagaman pemikiran syariah yang begitu bervariasi sehingga dalil-dalil yang ada menyediakan semua pilihan hukum atas transaksi tertentu;
- Sharia governance system belum begitu disiplin seperti belum ada pemisahan yang jelas antara otoritas fatwa dengan praktisi industry tidak ada standard tertentu atas kualitas anggota otoritas fatwa;
- Belum tersedia prosedur yang standard dengan parameter yang jelas dan terukur menggunakan berbagai perspektif dalam pengambilan keputusan fatwa;
- Dominannya hegemoni pasar (preferensi praktisi industri dan nasabah) atas perkembangan industri;
- Lemahnya institusi kontrol atau penyeimbang yang berperan memberikan evaluasi dan otokritik terhadap apa yang saat ini sedang berkembang dan dikembangkan.
Tindakan
fatwa shopping ternyata bukan hanya menjadi kekhawatiran di tanah air tetapi
juga telah menjadi isu dalam dunia internasional. Awareness terhadap fatwa
shopping sebenarnya telah lama mengemuka seiring dengan perkembangan industri
keuangan syariah yang sangat pesat tanpa mampu diimbangi oleh penyediaan SDM
syariah yang memadai.
Dr.
Sayd Farook, Head of Global Islamic Capital Market dari Thomson Reuters – UK,
mengangkat isu ini dalam training tentang sharia governance. Dr. Farook
mengungkapkan kegelisahannya melihat kelemahan yang ada di sharia governance
saat ini. Fakta-fakta yang diungkapkan Dr. Farook begitu menarik, seperti Top 50 Scholars dunia
mengokupasi sekitar 834 lembaga keuangan syariah internasional sebagai otoritas
fatwanya, beberapa scholars menjadi sharia adviser (juga memiliki tugas
mengeluarkan fatwa) di lebih 30 institusi, bahkan ada yang sampai lebih dari 80
institusi! Sampai-sampai di negera asalnya satu scholar dapat dikatakan
menguasai sekitar 40% sampai 80% fatwa powers dari industri nasionalnya.
Sangat
tidak sehat. Isu conflict
of interest, profesionalisme, risiko konsentrasi pada satu pemikiran dan
obyektifitas fatwa tentu wajar mengemuka dalam kondisi seperti itu.
Bagaimana dengan Indonesia? PR yang paling utama saat ini dalam pembenahan
sharia governance industri keuangan syariah Indonesia adalah pemisahan
yang jelas antara pengawas syariah di lembaga keuangan syariah dengan otoritas
fatwa. Cepat atau lambat hal ini menjadi syarat utama dalam rangka
mewujudkan industri keuangan syariah yang sehat. Wallahu a’lam.
Sumber
: Abiaqsa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar