Senin, 02 April 2018

MUHARRAM



 
Ada apa di bulan MUHARRAM ??

Bulan Muharam, bulan pertama dalam kalender Hijriah. Bulan ini termasuk
salah satu dari keempat bulan haram sebagaimana difirmankan Allah SWT
yang artinya, "Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah adalah dua
belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan
bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) din yang lurus,
maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan
perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana mereka pun memerangi
kamu semuanya; dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang
bertakwa." (At-Taubah: 36).

Empat bulan sebagaimana tersebut dalam ayat di atas adalah Muharam,
Rajab, Zulkaidah, dan Zulhijah. Dalam empat bulan ini kaum muslimin
diharamkan untuk berperang melawan orang kafir.

Bila mata bertemu mata akan datang rasa kasih.
Bila hati bertemu hati akan datang rasa sayang.
Tapi bila dahi bertemu sajadah akan terasa kebesaran Allah SWT.
SELAMAT TAHUN BARU 1 MUHARRAM 1426 H


Keutamaan Muharam
"Puasa yang paling utama setelah puasa Ramadan adalah puasa pada bulan
Muharam, sedang salat yang paling afdal sesudah salat fardu adalah salat
malam."
(HR Muslim)

Ibnu Rajab al-Hambali mengatakan, Muharam disebut dengan syahrullah
(bulan Allah) memiliki dua hikmah.
Pertama, untuk menunjukkan keutamaan dan kemuliaan bulan Muharam.
Kedua, untuk menunjukkan otoritas Allah dalam mengharamkan bulan
Muharam. Pengharaman bulan ini untuk perang adalah mutlak hak Allah
saja, tidak seorang pun selain-Nya berhak mengubah keharaman dan
kemuliaan bulan Muharam.

Di samping itu, bulan Muharam juga memiliki banyak keutamaan. Salah
satunya adalah sebagaimana sabda Rasulullah saw. di atas, "Puasa yang
paling utama setelah puasa Ramadan adalah puasa pada bulan Muharam,
sedang salat yang paling afdal sesudah salat fardu adalah salat malam."
(HR Muslim).

Puasa pada bulan Muharam yang sangat dianjurkan adalah pada hari yang
kesepuluh, yaitu yang lebih dikenal dengan istilah 'aasyuura.
Aisyah--semoga Allah meridainya--pernah ditanya tentang puasa 'aasyuura,
ia menjawab, "Aku tidak pernah melihat Rasulullah saw. puasa pada suatu
hari yang beliau betul-betul mengharapkan fadilah pada hari itu atas
hari-hari lainnya, kecuali puasa pada hari kesepuluh Muharam." (HR
Muslim).

Pada zaman Rasulullah, orang Yahudi juga mengerjakan puasa pada hari
'aasyuura. Mereka mewarisi hal itu dari Nabi Musa. Dari Ibnu Abbas r.a.,
ketika Rasulullah saw. tiba di Madinah, beliau melihat orang-orang
Yahudi berpuasa. Rasulullah saw. bertanya, "Hari apa ini? Mengapa kalian
berpuasa?" Mereka menjawab, "Ini hari yang agung, hari ketika Allah
menyelamatkan Musa dan kaumnya serta menenggelamkan Fir'aun. Maka Musa
berpuasa sebagai tanda syukur, maka kami pun berpuasa." Rasulullah saw.
bersabda, "Kami orang Islam lebih berhak dan lebih utama untuk
menghormati Nabi Musa daripada kalian."

Abu Qatadah berkata, Rasulullah saw. Bersabda, "Puasa 'aasyuura
menghapus dosa satu tahun, sedang puasa arafah menghapus dosa dua
tahun." (HR Muslim, Tirmizi, Abu Daud).

Pada awalnya, puasa 'aasyuura hukumnya wajib. Namun, setelah turun
perintah puasa Ramadan, hukumnya menjadi sunah. Aisyah r.a. berkata,
"Rasulullah saw. memerintahkan untuk puasa 'aasyuura sebelum turunnya
perintah puasa Ramadan. Ketika puasa Ramadan diperintahkan, siapa yang
ingin boleh puasa 'aasyuura dan yang tidak ingin boleh tidak berpuasa
'aasyuura." (HR Bukhari, Muslim, Tirmidzi).

Ibnu Abbas r.a. menyebutkan, Rasulullah saw. melakukan puasa 'aasyuura
dan beliau memerintahkan para sahabat untuk berpuasa. Para sahabat
berkata, "Ini adalah hari yang dimuliakan orang Yahudi dan Nasrani. Maka
Rasulullah saw. bersabda, "Tahun depan insya Allah kita juga akan
berpuasa pada tanggal sembilan Muharam." Namun, pada tahun berikutnya
Rasulullah telah wafat. (HR Muslim, Abu Daud). Berdasar pada hadis ini,
disunahkan bagi umat Islam untuk juga berpuasa pada tanggal sembilan
Muharam. Sebagian ulama mengatakan, sebaiknya puasa selama tiga hari: 9,
10, 11 Muharam. Ibnu Abbas r.a. berkata, Rasulullah saw. bersabda,
"Puasalah pada hari 'aasyuura dan berbedalah dengan orang Yahudi.
Puasalah sehari sebelum 'asyuura dan sehari sesudahnya." (HR Ahmad).

Ibnu Sirrin melaksanakan hal ini dengan alasan kehati-hatian. Karena,
boleh jadi manusia salah dalam menetapkan masuknya satu Muharam. Boleh
jadi yang kita kira tanggal sembilan, namun sebenarnya sudah tanggal
sepuluh. (Majmuu' Syarhul Muhadzdzab VI/406) . Wallahu a'lam. sumber :
alislam.or.id

Hikmah Tahun Baru Islam:  Merancang Hidup Lebih Baik
Setiap memasuki tahun baru Islam, kita hendaknya memiliki semangat baru
untuk merancang dan melaksanakan hidup ini secara lebih baik.
''Saudaraku, aku adalah penduduk Madinah yang kaya raya.'' Kalimat itu
diucapkan seorang sahabat Rasulullah, Sa'ad bin Rabi, kepada sahabat
lainnya, Abdurrahman bin 'Auf. Sa'ad tak bermaksud pamer dan sombong,
tapi hendak meyakinkan Abdurrahman agar mau menerima tawarannya.

''Silakan pilih separuh hartaku dan ambillah,'' tegas Saad. Tidak hanya
itu, Saad menambah penawarannya. ''Aku pun mempunyai dua orang istri,
coba perhatikan yang lebih menarik perhatian Anda, akan kuceraikan ia
hingga Anda dapat memperistrinya.'' Abdurrahman menolak halus tawaran
tulus nan menggiurkan itu. Malah ia minta ditunjukkan letak pasar. Ia
menolak ikan, tapi mau kail agar bisa memancing sendiri.

''Semoga Allah memberkati Anda, istri, dan harta Anda. Tunjukkanlah
letak pasar agar aku dapat berniaga.'' jawabnya. Rekaman peristiwa dan
dialog antara Sa'ad dan Abdurrahman itu, sebagaimana diriwayatkan Anas
bin Malik, terjadi saat Rasulullah SAW mempersaudarakan kaum Muhajirin
dan Anshar di Madinah. Saad adalah penduduk Madinah, sedangkan
Abdurrahman termasuk kaum Muhajirin. Saad bukan satu-satunya kaum Anshar
yang menjadi penolong kaum Muhajirin.

Dengan semangat persaudaraan Islam, saat umat Islam Makkah hijrah ke
Madinah bersama Rasulullah, umat Islam Madinah dengan suka-cita
menyambut kaum pendatang, memberi bantuan, dan bersama-sama membangun
negeri Islam Madinah.
Kita pun seyogianya menggali kembali hikmah yang terkandung di balik
peristiwa hijrah yang dijadikan momentum awal perhitungan Tahun Hijriyah
ini. Tahun hijriyah mulai diberlakukan pada masa Khalifah Umar bin
Khattab. Sistem penanggalan Islam itu tidak mengambil nama 'Tahun
Muhammad' atau 'Tahun Umar'. Artinya, tidak mengandung unsur pemujaan
seseorang atau penonjolan personifikasi, tidak seperti sistem
penanggalan Tahun Masehi yang diambil dari gelar Nabi Isa, Al-Masih
(Arab) atau Messiah (Ibrani).


Menurut dongeng atau mitos, Aji Saka diyakini sebagai raja keturunan
dewa yang datang dari India untuk menetap di Tanah Jawa. Penetapan nama
Tahun Hijriyah (al-Sanah al-Hijriyah) merupakan kebijaksanaan Khalifah
Umar. Seandainya ia berambisi untuk mengabadikan namanya dengan
menamakan penanggalan itu dengan Tahun Umar sangatlah mudah baginya
melakukan itu. Umar tidak mementingkan keharuman namanya atau
membanggakan dirinya sebagai pencetus ide sistem penanggalaan Islam itu.


Ia malah menjadikan penanggalan itu sebagai jaman baru pengembangan
Islam, karena penanggalan itu mengandung makna spiritual dan nilai
historis yang amat tinggi harganya bagi agama dan umat Islam. Selain
Umar, orang yang berjasa dalam penanggalan Tahun Hijriyah adalah Ali bin
Abi Thalib. Dialah yang mencetuskan pemikiran agar penanggalan Islam
dimulai penghitungannya dari peristiwa hijrah, saat umat Islam
meninggalkan Makkah menuju Yatsrib (Madinah).

Dalam buku Kebangkitan Islam dalam Pembahasan (1979), Sidi Gazalba,
cendekiawan Islam asal Malaysia, menuliskan, ''Dipandang dari ilmu
strategi, hijrah merupakan taktik. Strategi yang hendak dicapai adalah
mengembangkan iman dan mempertahankan kaum mukminin.'' Hijrah adalah
momentum perjalanan menuju Daulah Islamiyah yang membentuk tatanan
masyarakat Islam, yang diawali dengan eratnya jalinan solidaritas sesama
Muslim (ukhuwah Islamiyah) antara kaum Muhajirin dan kaum Anshar.

Jalinan ukhuwah yang menciptakan integrasi umat Islam yang sangat kokoh
itu telah membawa Islam mencapai kejayaan dan mengembangkan sayapnya ke
berbagai penjuru bumi. Kaum Muhajirin-Anshar membuktikan, ukhuwah
Islamiyah bisa membawa umat Islam jaya dan disegani. Bisa dimengerti,
jika umat Islam dewasa ini tidak disegani musuh-musuhnya, menjadi umat
yang tertindas, serta menjadi bahan permainan umat lain, antara lain
akibat jalinan ukhuwah Islamiyah yang tidak seerat kaum
Mujahirin-Anshar.

Dari situlah mengapa konsep dan hikmah hijrah perlu dikaji ulang dan
diamalkan oleh umat Islam. Setiap pergantian waktu, hari demi hari
hingga tahun demi tahun, biasanya memunculkan harapan baru akan keadaan
yang lebih baik. Islam mengajarkan, hari-hari yang kita lalui hendaknya
selalu lebih baik dari hari-hari sebelumnya. Dengan kata lain, setiap
Muslim dituntut untuk menjadi lebih baik dari hari ke hari. Hadis
Rasulullah yang sangat populer menyatakan, ''Barangsiapa yang hari ini
lebih baik dari kemarin, adalah orang yang beruntung.

Bila hari ini sama dengan kemarin, berarti orang merugi, dan jika hari
ini lebih jelek dari kemarin, adalah orang celaka.'' Oleh karena itu,
sesuai dengan QS 59:18, ''Hendaklah setiap diri memperhatikan (melakukan
introspeksi) tentang apa-apa yang telah diperbuatnya untuk menghadapi
hari esok (alam akhirat).'' Pada awal tahun baru hijriyah ini, kita bisa
merancang hidup agar lebih baik dengan hijrah, yakni mengubah perilaku
buruk menjadi baik, melaksanakan perintah Allah dan menjauhi
larangan-Nya.

''Muhajir adalah orang yang meninggalkan segala larangan Allah,'' sabda
Rasulullah. Kita ubah ketidakpedulian terhadap kaum lemah menjadi sangat
peduli dengan semangat zakat, infak, dan sedekah. Selain itu juga
mengubah permusuhan dan konflik menjadi persaudaraan dan kerjasama,
mengubah pola hidup malas-malasan menjadi giat bekerja, mengubah hidup
pengangguran dan peminta-minta menjadi pekerja mandiri, dan tidak
bergantung pada belas kasih orang lain.

Lihat saja teladan Abdurrahman bin Auf dengan semangat wirausahanya. Ia
memilih berdagang untuk mencari nafkah hidupnya ketimbang menerima belas
kasihan orang lain. Tidak kalah pentingnya, tahun ini kita harus hijrah
pilihan politik, dari parpol dan politisi busuk kepada parpol dan
politisi harum, dari rezim korup dan zalim kepada pembentukan
pemerintahan Islami yang bersih.

Dengan kekuatan iman dan keeratan ukhuwah Islamiyah seperti kaum
Muhajirin dan Anshar, umat Islam bisa kuat dan bahu-membahu memenangkan
partai Allah (hizbullah) yang menegakkan syiar Islam berasaskan tauhid
dan ukhuwah, bukan memenangkan partai setan (hizbusy syaithon) yang
mengibarkan bendera kebatilan. Wallahu a'lam. Selamat Tahun Baru Islam 1
Muharram 1426 Hijriyah. (ASM. Romli/RioL)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar